Apresiasi bagi Karyawan itu Penting


Setiap orang yang bekerja pastilah bertanggung jawab dengan pekerjaannya.
Ia akan melakukan kerjaan tersebut dengan maksimal dan sebaik-baiknya.
Ya memang, itu hal yang wajar. Karena karyawan digaji untuk itu.
Akan tetapi, karyawan tidak puas dengan itu aja.
Gaji bukanlah segalanya, karyawan juga butuh apreasiasi terhadap pekerjaannya.
Apresiasi bisa berupa terima kasih, bonus untuk karyawan berprestasi atau tunjangan bagi karyawan yang tidak pernah izin selama 1 tahun.
Adanya apresiasi tersebut membuat karyawan lebih dihargai dan bisa optimis terhadap pekerjaaan yang dilakukan, serta bisa meningkatkan kemampuannya untuk lebih baik lagi.
Selain itu, kondisi perusahaan menjadi lebih nyaman dan karyawannya bahagia.
Jika karyawan bahagia dan kesejahteraannya terjamin, sudah tentu akan menciptakan SDM yang unggul dan bisa meningkatkan kemajuan perusahaan.

Berbeda halnya, jika suatu perusahaan tidak mengedepankan apresiasi.
Mereka hanya melihat absensi dan deadline pekerjaan.
Hal itu membuat karyawan bingung, sebenarnya kinerja kita itu gimana?
Apakah sudah sesuai standar perusahaan atau sebaliknya.
Jika ada yang kualitas kerjanya bagus dan tidak pun juga tidak ketahuan.
Alhasil kerja bagus dan tidak tah sama aja, dengan gaji yang sama pula.
Hal ini pun akan memberikan efek negatif bagi suasana kantor.
Karyawan hanya menganggap diberikan tekanan demi tekanan, sedangkan perusahaan sendiri tanpa ada upaya untuk mengembangkan kualitas karyawannya.
Sehingga beberapa karyawan sering kali izin dan resaign.😉😌😐




Share:

Mengenal Toxic pada Diri Sendiri


Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar istilah toxic?
Toxic adalah bahasa gaul yang sekarang ini lagi hits.
Istilah toxic berasal dari Bahasa Inggris yang artinya racun.
Toxic di sini bukan berarti kita menelan sesuatu makanan beracun atau menghirup zat beracun. Toxic yang dibahas lebih ke permasalahan psikologis yaitu sesuatu yang memberikan energi negatif pada diri kita.
Tanpa kita sadari, dalam diri kita juga rentan terpapar toxic.
Terlebih saat memasuki dunia kerja atau usia 25-an.
Apa saja yang menjadi toxic bagi diri kita sendiri?
1. Ekspektasi tidak sesuai realita
Manusia memang harus memiliki tujuan dan rencana hidup yang jelas. Akan tetapi, terkadang apa yang kita harapkan tidak bisa tercapai. Misalnya kita ingin masuk kuliah di jurusan farmasi, tetapi malah diterima di pendidikan kimia. Ada pula yang bermimpi menjadi guru dengan memilih kuliah di fakultas pendidikan, tetapi setelah lulus malah kerja di bank. Saat hal itu menimpa pada diri kita, pasti pernah terlintas rasa kurang ikhlas dan muncul perasaan gelisah.
Akan tetapi, semuanya sudah terjadi dan kita harus menjalaninya. Kita harus menghentikan pikiran negatif yang muncul tanpa terkendali dalam otak kita.  Kita harus memaknai hal tersebut dengan pandangan positif. Mungkin saat ini, itulah yang terbaik bagi kita. Kita harus yakin itu semua demi kebaikan kita. Kita harus bisa mengubah rencana awal menjadi rencana baru sesuai situasi dan kondisi.
2. Membandingkan diri sendiri dengan orang lain
Di era milenial ini, mudah sekali kita mencari informasi mengenai teman kita waktu zaman sekolah dahulu atau zaman kuliah. Walaupun kita dulunya satu jurusan dengannya belum tentu kita memiliki pekerjaan yang sama. Adakalanya temen kita lebih sukses dalam harta. Kemudian, kita merasa kurang percaya diri pada pencapaian kita saat ini.
Saat rasa itu melanda, kita harus cepat sadar dan membangun kembali rasa percaya diri. Kita harus menghargai dengan maksimal atas pencapaian kita. Kalau bukan kita yang menghargai, siapa lagi. Kita harus berhenti membandingkan pencapaian kita dengan orang lain.
Ingatlah di dunia ini tidak mungkin semuanya menjadi orang kaya semua atau miskin semua. Semuanya mengikuti kurva normal yaitu ada kaya, miskin, dan menengah. Dan dari kurva tersebut yang berada di puncak (mayoritas) yaitu orang yang perekonomiannya menengah atau cukup. Ketahuilah setiap orang memiliki peran masing-masing baik besar atau kecil demi tercapainya keseimbangan kehidupan. 
3. Mengkhawatirkan masa depan
Terkadang kita terlalu mengkhawatirkan masa depan kita. Sering juga bertanya pada diri sendiri apakah masa depan kita sesuai apa yang kita impikan atau sebaliknya? Jika kita berlebihan memikirkan masa depan, maka hanya membuat kita pusing dan kurang menikmati proses yang saat ini kita lalui. Waktu yang kita miliki juga akan sia-sia.
Ingatlah masa depan merupakan rahasia Allah. Kita tidak bisa mengetahui keadaan kita esok atau sejam kemudian. Kewajiban kita sebagai manusia hanya berusaha dan berdoa. Sementara hasilnya yang menentukan Allah. Oleh karena itu,  kita harus memaksimalkan apa yang menjadi prioritas saat ini, entah pekerjaan, belajar, atau lainnya. Yakinlah jika kita memaksimalkan hal apapun pada saat ini, insyaAllah kedepannya akan lebih mudah.
4. Merasa hampa karena teman semakin berkurang
   Ketika kita sudah memasuki dunia kerja, lingkup pertemanan kita akan menjadi lebih sempit. Kebanyakan teman kita pada zaman sekolah atau kuliah juga sudah disibukkan dengan urusan masing-masing. Apalagi ada yang sudah berumah tangga. Di sini kita akan merasa sedikit hampa. Kita tidak bisa bermain dengan grup kita seperti dahulu, mau merencanakan bermain saja susah sekali. Akhirnya, hanya jadi wacana.
      Dari kejadian ini, kita harus menyadari bahwa kita sudah tak sebebas dahulu lagi. Kita sudah dewasa dan tangung jawab yang kita emban juga bertambah. Tempat kembali kita hanyalah keluarga tercinta. Keluarga menjadi tempat curhat, berkeluh kesah, dan berdiskusi merencanakan apa yang kita impikan. Keluarga akan memotivasi dan mendukung kita dengan setia serta bisa memahami kita dengan sepenuhnya. Jadi, jangan pernah merasa kita sendirian. Masih ada keluarga yang senantiasa ada membersamai kita baik di kala susah maupun senang.😊😍
Share:

Bagaimana Standar Bahagiamu?


Kebanyakan orang menginginkan hidup bahagia.
Standar bahagia setiap orang tentu berbeda-beda.
Tergantung bagaimana ia memaknai bahagia itu sendiri.
Ada yang memaknai banyak harta akan bahagia.
Ada yang memaknai bahagia jika memiliki wajah cantik atau tampan.
Apakah benar demikian?
Menurut saya, hal itu tidak sepenuhnya benar.
Orang yang memiliki banyak harta, terkadang terperdaya dengan hartanya.
Ia mungkin memiliki standar hidup yang tinggi dan banyak keinginan yang ingin dipenuhi.
Misalnya sudah memiliki satu rumah, ingin punya 2 rumah, dan lain-lain.
Tak sedikit juga yang kikir demi menumpuk hartanya.
Orang seperti ini bisa jadi ia menjadi budaknya harta.
Apakah orang seperti itu bahagia?
Kalau bagiku, bahagia itu jika kita bisa membelanjakan harta di jalan Allah dengan ringan, seperti sedekah, zakat, infak, dan lain-lain.
Tidak perlu menunggu  kaya raya untuk membelanjakan harta di jalan Allah.
Kita bisa melakukannya baik di waktu sempit atau lapang sesuai kemampuan masing-masing.

Bahagia karena tampan atau cantik.
Pasti dibenak kita terlintas menginginkan wajah yang cantik atau tampan.
Cantik dan tampan sebenarnya itu relatif.
Setiap orang memiliki standar kecantikan atau ketampanan masing-masing.
Hal itu karena setiap orang memiliki pola pikir yang berbeda jika memandang orang lain.
Boleh jadi kita menganggap seseorang cantik.
Akan tetapi, ia sendiri merasa tidak cantik.
Mungkin karena ia merasa kurang tinggi walaupun wajahnya cantik.
Memang manusia itu kebanyakan hanya fokus pada kekurangannya.
Padahal banyak kelebihan yang ada pada dirinya dan terkadang malah orang lain ingin sepertinya.
Jadi, bagiku bahagia itu jika kita bisa mencintai diri kita apa adanya, tanpa ada syarat atau standar yang lagi trend.

Dengan demikian, permasalahan bahagia tidaknya seseorang itu tergantung pandangan kita sendiri.
Kebanyakan dari kita terbuai dengan indahnya rumput tetangga.
Memang rumput tetangga akan terlihat lebih hijau daripada milik kita.
Itulah tipu daya setan agar kita tidak bersyukur atas nikmat yang kita miliki saat ini.
Oleh karena itu, kita harus berusaha melawan tipu daya tersebut.
Ingatlah janji Allah, bahwa jika kita bersyukur akan ditambah nikmatnya. Akan tetapi, jika kita kufur maka azab Allah sangat pedih. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ibrahim ayat 7:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu, memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat”
Share: