Dilema Kebosanan

 


Saat awal mendapat suatu pekerjaan tentu kita akan bahagia.

Meskipun terkadang tidak sesuai dengan keahlian kita.

Saat itu, yang kita pikirkan adalah mencoba tantangan baru.

Semangat pun membara untuk menaklukkan setiap tantangan yang ada.

Hingga akhirnya kita pun telah mencapai titik tertinggi di perusahaan tersebut.

Setelah mencapainya, sistem pun mulai terasa stagnan.

Kondisi pekerjaan terasa sebatas rutinitas dan tantangannya sudah kita pahami dengan baik.

Rasa bosan pun mulai muncul setiap saat dan terkadang terlintas di pikiran kita untuk resign.

 

Apakah resign solusi terbaik atas rasa bosan itu?

Apakah kita sudah memiliki pekerjaan baru yang lebih baik?

Jika kita belum memiliki pekerjaan baru, bertahanlah dan ubahlah pikiran kita.

Ciptakan tantangan baru di luar rutinitas tersebut.

Ikuti komunitas-komunitas yang membuat diri kita berkembang.

Ikuti pelatihan-pelatihan yang kita sukai.

Kembangkan seluruh potensi kita di luar perusahaan tersebut.

Jika merasa perlu liburan, pilih liburan yang membuat kita fresh dan bisa melepas kepenatan di tengah aktivitas yang padat.

Dengan begitu, rasa bosan saat di kantor pun bisa teratasi.

 

Ketahuilah pada hakikatnya semua pekerjaan akan membuat kita bosan.

Akan tetapi, jika kita niatkan bekerja untuk ibadah dan bermanfaat bagi orang lain.

Tentu akan memberikan kebahagiaan tersendiri dan membuat kita ikhlas menjalaninya.

Tujuan yang kita capai bukan hanya materi, tetapi kebermanfaatan bagi orang lain.

Ingatlah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Share:

Aku Bahagia Ketika Kau Bersama Dia

Tiga belas tahun yang lalu kita hanya sebatas teman saja.

Akan tetapi, dengan tiba-tiba Allah mempertemukan kita tanpa disengaja.

Aku pun tak mengenali kamu, meski kamu mengenaliku.

Beberapa kali kita tanpa sengaja bertemu, akhirnya kau memberanikan memperkenalkan dirimu.

Sayang sekali, aku tak pernah menganggap itu special.

Bagiku kamu hanyalah sebatas orang tak dikenal dan sedang bercanda.

Meskipun begitu, kamu dengan beraninya mengutarakan perasaanmu kepadaku dan ingin ke jenjang yang serius. Kamu juga mengatakan tidak akan main-main lagi sama wanita.

Dari perkataan tersebut, aku yakin bahwa kamu mungkin mengutarakan itu juga kepada beberapa wanita lain.

Setelah beberapa pertimbangan, aku pun melakukan penolakan terhadapnya karena alasan yang syar’i dan aku perjelas kita hanyalah sebatas teman seperti 13 tahun yang lalu.

Aku juga menyarankan kepadanya agar mencari wanita lain yang sepadan dan tentunya sudah siap ke jenjang pernikahan.

Meski aku sudah mengatakan hal itu, tetap saja ia menggangguku.

Akhirnya, aku pun membuat persyaratan yang tak mungkin bisa ia capai.

 

Semenjak saat itu, ia menghilang tanpa kabar.

Suatu hari aku mengerjainya untuk mengutarakan bahwa mungkin aku ada rasa dengannya, tetapi aku lebih suka lagi jika ia telah mendapatkan pujaan hati yang baru.

Saat aku mengutarakan hal itu, ia menyadari bahwa aku tidak mungkin bisa suka kepadanya.

Dari sini rencanaku berhasil membuatnya sadar bahwa memang kita tidak bisa bersama dan akhirnya dia memblokir medsosku.

 

Selang beberapa bulan kemudian, dia telah menemukan pujaan hati yang baru.

Dan ternyata pujaan hatinya adalah keponakan dari temenku.

Saat itu aku merasa dunia terlalu sempit sekali, semuanya masih berada di lingkungan sekitarku.

Meskipun begitu, aku selalu mendoakan agar dia segera menikah dan bisa setia dengan pasangannya.

Aku tak ingin wanita itu dipermainkan, karena sudah sama-sama di usia yang bukan untuk main-main.

Akhirnya, tepat di usianya yang bertambah ia pun menikahi wanita itu.

Aku sangat bahagia sekali, akhirnya pencarianmu sudah berakhir kepada wanita itu.

Semoga kamu menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Senantiasa setia pada pasanganmu dan bisa menghadapi segala rintangan yang mungkin akan ditemui dalam rumah tangga.😊😀😉

Share: